SEHAT ITU PENTING

Minggu, 08 April 2012

HIV/ AIDS




ETIOLOGI
AIDS dapat diartikan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya sistem kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV ( Human Immunodeficiency Virus ) yang termasuk dalam famili retroviridae. Penyakit ini ditandai oleh infeksi oportunistik dan atau beberapa jenis keganasan tertentu.AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.





PATOGENESIS
Limfosit CD4+ merupakan target utama infeksi HIV karena virus mempunyai afinitas molekul permukaan CD4. Limfosit CD4+ berfungsi mengkoordinasi sejumlah fungsi imunologis yang penting. Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan respons imun yang progresif.
Setelah virus HIV masuk ke dalam tubuh à HIV menginfeksi sel dengan mengikat permukaan sel sasaran yang memiliki reseptor membran CD4, yaitu sel T-helper (CD4+)à  virus menuju ke kelenjar limfe dan berada dalam sel dendritik selama beberapa harià terjadi sindrom retroviral akut seperti flu disertai viremia hebat dengan keterlibatan berbagai kelenjar limfe.



KLASIFIKASI HIV/ AIDS
Stage I
  • Asymptomatic
  • Persistent generalized lymphadenopathy
Stage II
  • Moderate unexplained weight loss(<10% of presumed or measured body weight)
  • Recurrent respiratory infections(sinusitis, tonsillitis, otitis media,and pharyngitis) 
  • Herpes zoster 
  • Angular cheilitis 
  • Recurrent oral ulceration 
  • Papular pruritic eruptions 
  • Seborrheic dermatitis 
  • Fungal nail infection
 Stage III
  • Unexplained severe weight loss(>10% of presumed or measured body weight)
  • Unexplained chronic diarrhea for >1 month
  • Unexplained persistent fever for >1month
  • Persistent oral candidiasis (thrush)
  • Oral hairy leukoplakia
  • Pulmonary tuberculosis (current)
  • Severe presumed bacterialinfections (eg, pneumonia,empyema, pyomyositis, boneor joint infection, meningitis, bacteremia)
  • Acute necrotizing ulcerativestomatitis, gingivitis, or  periodontitis
  • Unexplained anemia(hemoglobin <8 g/dL)
  • Neutropenia (neutrophils <500cells/µL)
  • Chronic thrombocytopenia(platelets <50,000 cells/µL)        
 Stage IV
  • HIV wasting syndrome, asdefined by the CDC
  •  Pneumocystis
  •  pneumonia
  •  Recurrent severe bacterial pneumonia
  •  Chronic herpes simplex infection(orolabial, genital, or anorectalsite for >1 month or visceralherpes at any site)
  •  Esophageal candidiasis (or candidiasis of trachea, bronchi, or lungs)
  •  Extrapulmonary tuberculosis
  •  Chronic cryptosporidiosis (withdiarrhea)
  •  Chronic isosporiasis
  •  Disseminated mycosis (eg,histoplasmosis,coccidioidomycosis, penicilliosis)
  •  Recurrent nontyphoidal
  •  Salmonella
  •  bacteremia
  •  Lymphoma (cerebral or B-cellnon-Hodgkin)
  •  Invasive cervical carcinoma
  •  Atypical disseminated



TES HIV



Enzime linked imunosorben assai (ELISSA). Assay fasa solid ini merupakan tes penapisan yang sangat baik dengan sensitivitas melebihi 99,5 % . Tes ELISSA biasanya dinyatakan sebagai positif (sangat reaktif),negatif (non reatif), atau menengah (reaktif parsial).
Karena itu ,setiap induvidu yang dicurigai terjangkit infeksi HIV berdasarkan hasil tes ELISSA yang positif harus diperiksa ulang dengan tes yang lebih spesifik untuk konfirmasi.

Uji konfirmasi yang paling sering digunakan adalah western blot. Tes ini memanfaatkan kenyatan bahwa berbagai antigen HIV ,dengan berbagai berta molekul,menimbulkan pemebentukan antibodi spesifik. Antibodi terhadap setiap komponen dapat dideteksi sebagi pita pita pada western blot. Western blot yang negatif adalah yang tidak memperlihatkan pita pita pada berat molekul yang sesuai dengan produk gen HIV. Pola reaktifitas western blot yang tidak termaksud dalam kategori dalam negatif atau positif dianggap inderteminate.

saat ini,jumlah sel T CD4 merupakn satu satunya tes laboraturium yang diterima sebagai indikator handal perkemabangan infeksi HIV ,pengukuran ini merupakan hasil kali persen sel T CD4+ ( ditentukan dengan flow citometriks) dan jumlah limfosit total (ditentukan oleh sel darah putih dan hitung jenis ) telah dibuktikan berkorelasi baik dengan perkembangan klinis. pasien yang didiagnosis  HIV harus diperiksa jumlah sel T CD4 nya setiap sekitar 6 bulan dan lebih sering terjadi kecenderungan penurunan.




DIAGNOSA

Seseorang dinyatakan HIV apabila dengan pemeriksaan laboratorium terbukti terinfeksi HIV, baik dengan metode pemeriksaan antibodi ataupun pemeriksaan untuk mendeteksi adanya virus dalam tubuh.

Diagnosis AIDS ditegakkan apabila terdapat infeksi oportunistik atau limfosit CD4+ kurang dari 200 sel/mm3.




PENATALAKSANAAN
Secara umum, penatalaksanaan odha terdiri atas beberapa jenis, yaitu:
-      Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretroviral (ARV)
-      Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi kanker yang menyertai HIV/ AIDS, seperti jamur, tuberkulosis, hepatitis, toksoplasma, sarkoma kaposi, limfoma, kanker serviks.
-      Pengobatan suportif, yaitu makanan yang memiliki nilai gizi yang baik, dukungan agama serta istirahat yang cukup, dan juga menjaga kebersihan.
Dengan pengobatan yang lengkap tersebut, angka kematian dapat ditekan, harapan hidup lebih baik dan kejadian infeksi oportunistik dapat berkurang.

TERAPI ANTIRETROVIRAL (ARV)
Pemberian ARV telah menyebabkan kondisi kesehatan odha menjadi jauh lebih baik.
Waktu memulai terapi ARV harus dipertimbangkan dengan seksamma karena obat ARV akan diberikan dalam jangka panjang. Direkomendasikan pada:
-      Pada semua pasien yang telah menunjukkan gejala AIDS, atau menunjukkan gejala yang sangat berat tanpa melihat jumlah limfosit CD4+.
-      Pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ <200 sel/mm3, 200-350 sel/ mm3 dapat ditawarkan.

Saat ini regimen pengobatan ARV yang dianjurkan WHO adalah kombinasi dari 3 obat ARV. Kombinasi obat ARV lini pertama yang umumnya digunakan di Indonesia adalah kombinasi Zidovudin (ZDV)/ Lamivudin (3TC) dengan nevirapin (NVP).



Nama Generik
Golongan
Sediaan
Dosis/ hari
Lamivudin (3TC)
NsRTI
Tab 150 mg, Lar. Oral 10 mg/ ml
2x150 mg
Nevirapin (NVP)
NNRTI
Tab 200 mg
1x200 mg selama 14 hari, dilanjutkan 2x200 mg
Zidovudin (ZDV)
NsRTI
Kapsul 100 mg
2x300 mg, atau 2x250 mg (dosis alternatif)
NsRTI= Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor
NNRTI= Non - Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor

Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi dengan pemberian obat ARV . Pemberian ARV didak dianjurkan pada ibu hamil trimester pertama atau pada wanita yang berpotensi tinggi untuk hamil. Efektivitas penularan HIV dari ibu ke bayi sebesar 10-30%. Sebagian besar menular melalui proses melahirkan, dan sebagian kecil melalui plasenta dan ASI.
Pemberian ARV yang dikombinasikan dengan operasi cesar sangat dianjurkan.

INTERAKSI ARV DENGAN OAT
Interaksi antara OAT dan ARV, terutama efek hepatotoksiknya, harus sangat diperhatikan. Pada odha yang telah mendapat obat ARV sewaktu diagnosos TB ditegakkan, maka obat ARV tetap diteruskan dengan evaluasi yang lebih ketat. Tidak ada interaksi bermakna antara OAT dengan ARV golongan Nukleosida. Interaksi dengan OAT terutama terjadi pada ARV golongan Non-Nukleotida dan Protease Inhibitor.

Waktu pemberian regimen OAT dengan ARV:
Kondisi
Rekomendasi
TB paru, CD4<50 sel/mm3, atau TB ekstrapulmonal
Mulai terapi OAT. Segera mulai terapi ARV jika toleransi terhadap OAT telah tercapai
TB paru, CD4 50-200 atau hitung limfosit total < 1200 sel/mm3
Mulai terapi OAT, terapi ARV dimulai setelah 2 bulan
TB paru, CD4 >200 sel/mm3 atau hitung limfosit total >1200 sel/ mm3
Mulai terapi TB. Jika memungkinkan monitor hitung CD4. mulai ARV sesuai indikasi




KOMPLIKASI

      Komplikasi menyeluruh: Limfadenopati generalisata progresif
      Sistem saraf: Encelopati HPV, meningitis criptococcus
      Mata: Retinitis
      Kulit: herpes zoster dan simpleks
      Mulut: candidiasis oral, leukoplakia
      Gastrointestinal: Gastrotrointestinal, gastritis, enterokolitis
      Paru: pneumonia konsolidatif/ intestinal
      Sal. Genital: kandidiasis vagina, kutil vagina




PROGNOSA
HIV/ AIDS sampai saat ini belum dapat disembuhkan secara total.
Tetapi angka kematian dapat ditekan, harapan hidup lebih baik dan kejadian infeksi oportunistik dapat berkurang jika dilakukan pengobatan yang lengkap.
                                      



PENCEGAHAN
Pencegahan menurut WHO yang harus dilakukan secara sekaligus:

      Pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja dan dewasa muda
      Program penyuluhan untuk berbagai kelompok
      Program kerjasama dengan media cetak dan elektronik
      Paket pencegahan komprehensif untuk pengguna narkotika
      Program pendidikan agama
      Program layanan pengobatan IMS
      Program promosi kondom
      Program pengadaan tempat-tempat untuk tes HIV dan konseling
      Dukungan untuk anak-anak jalanan
      Integrasi program pencegahan dengan program pengobatan, perawatan dan dukungan untuk pasien
      Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dengan pemberian obat ARV







Referensi:
-      Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FK UI Edisi 4 Revisi Mei 2007
-      Patofisiologi Sylvia
-      Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison edisi 13

Tidak ada komentar:

Posting Komentar