SEHAT ITU PENTING

Jumat, 09 November 2012

SYOK HIPOVOLEMIK




Syok asalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan system sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh.

Syok Hipovolemik adalah terganggunya system sirkulasi akibat dari volume darah dalam pembuluh darah yang berkurang.

Patofisiologi Syok
Pedarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata dan menurunkan aliran darah balik ke jantung. Hal inilah yang menimbulkan penurunan curah jantung. Curah jantung yang rendah dibawah normal akan menimbulkan beberapa kejadian pada organ:
ü      Mikrosirkulasi
Ketika curah jantung turun, tahanan vascular sistemik akan berusaha untuk meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi jantung dan otak melebihi jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya traktus gastrointestinal. Ketika tekanan arterial rata-rata (MAP = Mean Arterial Pressure) jatuh hingga < 60 mmHg, maka aliran ke organ akan turun drastis dan fungsi sel di semua organ akan terganggu.
ü      Neuroendokrin
Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptor dan kemoreseptor tubu. Kedua reseptor ini berperan dalam respon autonom tubu yang mengatur perfusi serta substrak lain.
ü      Kardiovaskular
Hipovolemia menyebabkan penurunan pengisian ventrikel, yang pada akhirnya menurunkan volumen sekuncup. Suatu peningkatan frekuensi jantung sangat bermanfaat namun memiliki keterbatasan mekanisme kompensasi utnuk mempertahankan curah jantung.
ü      Gastrointestinal
Akibat aliran darah yang menurun ke jeringan intestinal, maka terjadi peningkatan absorbsi endotoksin yang dilepaskan oleh bacteria gram negatif yang mati di dalam usus. Hal ini memicu pelebaran pembuluh darah serta peningkatan metabolisme sehingga dapat menyebabkan depresi jantung.
ü      Ginjal
Gagal ginjal akut adalah suatu komplikasi dari syok dan hipoperfusi. Selain komplikasi ini, yang sangat sering terjadi adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok, sepsis dan pemberian obat yang nefrotoksik seperti aminoglikosida. Secara fisiologi, ginjal mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan garam dan air. Pada saat alirah darah di ginjal berkurang, tahanan arteriol aferen meningkat untuk mengurangi laju filtrasi glomerulus, yang bersama-sama dengan aldosteron dan vasopresin bertanggung jawab terhadap menurunnya produksi urin.

Gejala Klinis
ü      Hipovolemia ringan (< 20% dari volume darah)
Menimbulkan takikardia ringan, ekstremitas dingin, diaporesis (berkeringat), vena kolaps, cemas.
ü      Hipovolemia sedang (20-40 % dari volume darah)
Sama seperti hipovolemia ringan ditambah takikardia yang lebih jelas, takipnea, oliguria, hipotensi ortostatik.
ü      Hipovolemia berat (> 40% dari volume darah)
Sama seperti hipovolemia sedang ditambah hemodinamik tidak stabil, takikardia bergejala, hipotensi, perubahan kesadaran.



Diagnosa
Syok Hipovolemik didiagnosis ketika ditemukan tanda berupa ketidakstabilan hemodinamik dan di temukan adanya sumber perdarahan.

Penatalaksanaan
  1. menempatkan pasien dalam posisi kaki lebih tinggi
  2. menjaga jalur pernapasan
  3. resusitasi cairan dengan cepat lewat akses IV atau cara lain yang memungkinkan seperti pemasangan kateter CVP (central venous pressure) atau jalur intraarterial. Cairan yang diberikan adalah garam isotonus yang ditetes dengan cepat (hati-hati terhadap asidosis hiperkloremia) atau dengan cairan garam seimbang seperti RL dengan jarum infus yang terbesar. Pemberian 2-4 L dalam 20-30 menit diharapkan dapat mengembalikan keadaan hemodinamik. Pantau kemungkina terjadi edem paru. Pantau dan pertahankan urin output (0,5-1 cc/KgBB/jam untuk dewasa, 1 cc/KgBB/jam untuk anak-anak).
  4. bila hemodinamik tetap tak stabil, berarti perdarahan atau kehilangan cairan belum teratasi. Kehilangan darah yang berlanjut dengan kadar hemoglobin < 10 g/dL perlu pergantian darah dengan transfusi. Jenis darah tergantung kebutuhan. Disarankan agar darah telah dilakukan uji silang (cross match). Bila sangat darurat, maka dapat digunakan packet red cels tipe darah yang sesuai atau O-negatif.



Referensi: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FK UI Jilid 1 Edisi 4, Jakarta 2007

Selasa, 09 Oktober 2012

JERAWAT (AKNE VULGARIS)



Jerawat atau akne adalah penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodus, dan kista pada tempat predileksinya.

Akne vulgaris (salah satu jenis dari akne) adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri.

Epidemiologi
Tidak ada seorang pun yang sama sekali tidak pernah menderita penyakit ini. Umumnya insiden terjadi pada umur 14-17 tahun untuk wanita dan 16-19 tahun untuk pria. Pada masa ini lesi yang predominan adalah komedo dan papul, jarang terlihat lesi peradangan.

Etiologi
ü      Perubahan pola keratinisasi dalam folikel
ü      Produksi sebum yang meningkat
ü  Terbentuknya fraksi asam lemak bebas penyebab terjadinya proses inflamasi folikel dalam sebum
ü      Peningkatan jumlah flora folikel (Propionibacterium acnes)
üTerjadinya respons hospes berupa pembentukan circulating antibodies yang memperberat akne
ü     Peningkatan kadar hormon androgen, anabolik, kortikosteroid, gonadotropin serta ACTH yang mungkin menjadi faktor penting pada kegiatan kelenjar sebasea.
ü      Terjadinya stres psikis
ü      Faktor lain: makanan dan cuaca

Gejala Klinis
Tempat predileksi akne vulgaris adalah di wajah, bahu, dada bagian atas dan punggung bagian atas. Gejala predominan salah satunya, komedo, papul yang tidak meradang dan pustul, nodus dan kista yang meradang.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan akne vulgaris meliputi usaha pencegahan dan mengobati jerawat.

Pencegahan
ü      Diet rendah lemak dan karbohidrat
ü      Bersihkan permukaan kulit yang menjadi tempat predileksi
ü      Hidup sehat , istirahat cukup, olahraga, hindari stres
ü      Gunakan kosmetik secukupnya
ü      Menjauhi terpacunya kelenjar minyak, misal: minuman keras, makanan pedas, rokok dll
ü      Hindari polusi debu

Pengobatan
A.     Pengobatan topikal
ü      Bahan iritan yang dapat mengelupas kulit (peeling), misalnya sulfur (4-8%)
ü     Antibiotika topikal, misalnya oksi tetrasiklin (1%) eritromisin (1%), klindamisin fosfat (1%)
ü Salep atau krim kortikosteroid (hidrokortison 1-2,5%) atau suntikkan intralesi kortikosteroid kuat (triamsinolon asetonid 10 mg/cc) pada lesi nodulo-kistik
B.     Pengobatan sistemik
ü    Antibiotik sistemik, seperti tetrasiklin (250 mg-1 g/ hari), doksisiklin (50 mg/ hari), eritromisin (4 x 250 mg/ hari), azitromisin 250-500 mg seminggu 3 kali, klindamisin dan dapson (50-100 mg sehari).
ü      Obat lainnya, ,misalnya antiinflamasi non-steroid ibuprofen (600 mg/ hari) dan seng sulfat (2 x 200 mg/ hari)
C.     Terapi sinar
Terapi sinar biru (Blue Light Therapy) adalah terapi akne dengan memakai sinar biru (panjang gelombang 420 nm) yang dapat membasmi P. acnes dengan cara merusak porfirin dalam sel bakteri.




Referensi: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK UI edisi 6

Senin, 17 September 2012

WUDU


(WUDU SEBAGAI SENJATA ORANG BERIMAN)



Berwudu tidak hanya membersihkan anggota badan yang tampak, tidak pula sekedar mencucikan tubuh beberapa hari sekali. Lebih dari itu, wudu membawa pengaruh psikis dan keluhuran jiwa yang sangat tinggi sebagai seorang muslim.
Secara umum, membasuh anggota badan yang sering terkena debu sangatlah penting untuk menjaga kesehatan. Sepanjang hari, bagian tubuh ini terkena berbagai mikroorganisme yang membahayakan. Berbagai mikroorganisme tersebut menyerang tubuh manusia melalui kulit dan bagian tubuh lainnya yang terbuka. Pada saat berwudu, berbagai mikroorganisme ini mengalami kelumpuhan total, apalagi jika pembasuhan disertai dengan pemijatan yang benar dan wudu yang sempurna.

Membasuh kedua tangan
Beberapa uji coba juga memberikan buikti kebenaran ilmiah bahwa kulit tangan seseorang yang tidak dibersihkan akan membawa banyak mikroba yang bermigrasi ke mulut atau hidung jika tidak dibersihkan. Karena itu, seseorang harus membasuh kedua tangan sebaik-baiknya ketika mulai berwudu.

Berkumur
Berkumur dapat menjaga mulut dan kerongkongan  dari peradangan. Berkumur juga menjaga kesehatan dan kebersihan gigi dan gusi dengan menghilangkan sisa-sisa makanan yang tertinggal setelah makan. Manfaat lainnya, berkumur dapat memperkuat otot-otot wajah dan menjaga wajah agar tetap segar dan berseri. Sebanyak 90% orang kehilangan giginya akibat tidak memerhatikan kebersihan gigi. Jika saja seseorang lebih memerhatikan kebersihan giginya, tentu tidak akan banyak gigi yang rusak dan tanggal sebelum waktunya. Tidak memerhatikan kebersihan rongga mulut juga dapat menimbulkanberbagai macam penyakit lainnya.

Memnasuh hidung
Berbagai riset dan penelitian ilmiah yang dilakukan beberapa tim medis dari Alexandia University menunjukkan bahwa mayoritas orang berwudu secara terus menerus, hidungnya terlihat bersih, bebas dari debu, dan mikroorganisme lainnya.

Membasuh wajah
Bermanfaat untuk menghilangkan debu dan berbagai bakteri serta mikroorganisme lain yang terkandung didalamnya. Hal tersebut juga bermanfaat untuk menghilangkan keringat dan membersihkan kulit dari materi-materi berminyak yang dikeluarkan oleh kelenjar kulit.

Membasuh kedua tangan
Pembasuhan kedua tangan hingga ke siku mempunyai beberapa manfaat yang positif. Selain dapat menghilangkan debu, bakteri dan mikroorganisme lain, membasuh kedua tangan juga dapat menghilangkan keringat dari permukaan kulit. Materi-materi berminyak yang dikeluarkan oleh kelenjar kulit juga dapat dibersihkan melalui kegiatan ini. Biasanya kedua tangan merupakan habitat yang sangat cocok untuk hidup dan berkembangnya bakteri.

Membasuh rambut dan telinga
Sama halnya dengan manfaat membasuh wajah, membasuh rambut dan telinga juga bermanfaat untuk menghilangkan debu dan berbagai bakteri serta mikroorganisme lain yang terkandung didalamnya.

Membasuh kedua kaki
Membasuh kedua kaki disertai pemijatan yang baik dapat membuat perasaan tenang dan rileks. Hal ini karena didalam kaki terdapat pembuluh balik yang mengalirkan darah ke jantung sehingga jika di pijat dapat merefleksikan seluruh organ tubuh. Hal ini merupakan salah satu rahasia dalam ketenangan dan kenyamanan setiap muslim yang melakukan wudu.

Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa wudu beserta rukun-rukunnya telah mendahului bakteriologi. Pencegahan pertumbuhan dan perkembangan bakteri tercermin dalam praktik wudu dan mandi. Penjelasan ini juga membuktikan kebenaran dan kemukjizatan wudu yang disyariatkan dalam islam secara ilmiah.



Referensi:
Ensiklopedi Kemukjizatan Ilmiah dalam Al-Quran dan Sunah Jilid 2



Baca Juga:
Rahasia Gerakan Sholat 

Minggu, 09 September 2012

Bronkitis Akut




Defenisi
Menurut defenisi, bronkitis akut adalah suatu infeksi radang saluran pernapasan tanpa keterlibatan parenkim. Umumnya bronkitis akut disebabkan oleh virus, seperti RSV, koronavirus, rinovirus, influenza atau parainfluenza. Mikroorganisme lain yang dapat menyebabkan bronkitis kronik ini antara lain Mycobacterium pneumonia dan Clamydia (Junaidi, 2010; Ringel, 2012).
  
Patofisiologi
Bronkitis akut adalah suatu infeksi radang saluran pernapasan tanpa keterlibatan parenkim. Tidak ada penyakit paru yang mendasari penyakit bronkitis akut ini. Umumnya bronkitis akut disebabkan oleh virus, seperti RSV, koronavirus, rinovirus, influenza atau parainfluenza. Mikroorganisme lain yang dapat menyebabkan bronkitis kronik ini antara lain Mycobacterium pneumonia dan Clamydia. Mikroorganisme ini mengiritasi mukosa bronkus sehingga dapat menyebabkan batuk dan produksi sputum yang berlebihan. Penyakit ini berlangsung antara 5-15 hari (Junaidi, 2010; Ringel, 2012).

Klasifikasi
Bronkitis infeksiosa
Disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Serangan bronkitis berulang dapat terjadi pada perokok, penderita penyakit paru-paru, dan saluran pernapasan menahun. Infeksi berulang dapat terjadi akibat sinusitis kronis, bronkiektasis, alergi, pembesaran amandel, dan adenoid pada anak-anak (Junaidi, 2010).
Bronkitis iritatif
Bronkitis ini disebabkan oleh zat atau benda yang bersifat iritatif seperti debu, asap, polusi udara dan nitrogen dioksida serta tembakau dan rokok lainnya (Junaidi, 2010).

Gejala Klinis
Gejala yang dapat timbul antara lain (Corwin, 2009; Junaidi, 2010; Ringel, 2012):
  • Batuk berdahak
  • Sesak paroksismal
  • Suara serak
  • Sinkop/ muntah
  • Sakit kepala
  • Gangguan pengelihatan
  • Sering menderita infeksi pernapasan (misalnya flu)
Bronkitis infeksiosa sering kali dimulai dengan gejala seperti flu, yaitu hidung meler, lelah, menggigil, sakit punggung, sakit otot, demam ringan, dan nyeri tenggorokan. Awalnya batuk pada bronkitis tidak menggandung dahak, tetapi 1 hingga 2 hari kemudian akan mengeluarkan dahak berwarna putih atau kuning. Selanjutnya dahak akan bertambah banyak, berwarna kuning atau hijau. Sesak napas juga dapat terjadi jika saluran udara tersumbat. Sering pula ditemukan bunyi napas mengi, terutama setelah batuk. Pada bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala lainnya membaik, kadang terjadi demam tinggi selama 3-5 hari dan batuk dapat menetap selama beberapa minggu. Pneumonia pun dapat terjadi (Junaidi, 2010).

Diagnosis
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala, terutama dari adanya lendir. Pada pemeriksaan auskultasi akan terdengar bunyi ronki. Pemeriksaan lain yang umum dilakukan (Junaidi, 2010):
  • Tes fungsi paru
  • Analisa gas darah arteri
  • Foto rontgen dada

Penatalaksanaan
Untuk mengurangi demam dan rasa nyeri pada tubuh, pada penderita dewasa dapat diberikan aspirin atau acetaminophen, sedangkan untuk anak-anak sebaiknya hanya diberikan acetaminophen saja. Penderita disarankan beristirahat dan meminum banyak air. Antibiotik diberikan pada penderita yang gejalanya menunjukkan penyebabnya adalah bakteri (dahak berwarna kuning atau hijau dan demam tetap tinggi) dan penderita yang sebelumnya menderita penyakit paru-paru. Kepada penderita dewasa dapat diberikan trimetropim-sulfametoksazol, tetrasiklin, atau amoxicillin. Eritromisi diberikan diberikan jika dicurigai penyebab bakterinya adalah Mycoplasma pneumonia. Sedangkan kepada penderita anak-anak sebaiknya diberikan amoxicillin. Namun jika penyebabnya virus, antibiotic tidak diberikan. Lakukan pemeriksaan biakan dahak untuk membantu menentukan penggantian antibiotik. Jangan lupa pemberian ekspektoran untuk mengencerkan sputum (Corwin, 2009; Junaidi, 2010).




DAFTAR PUSTAKA

  1. Corwin, E. J., 2009. Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta.
  2. Junaidi, I., 2010. Penyakit Paru dan Saluran Napas. PT. Bhuana Ilmu Populer: Jakarta.
  3. Ringel, E., 2012. Buku Saku Hitam Kedokteran Paru. PT. Indeks: Jakarta.