SEHAT ITU PENTING

Rabu, 01 Mei 2013

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)


Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya 2 tahun berturut-turut, tidak disebabkan penyakit lain. Emfisema adalah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia/ PDPI, 2003).
                                                    
Faktor Resiko (Asdie, 2000; Mukono, 2003; PDPI, 2003; Rab, 2010; Ringel, 2012)
·         Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Penelitian eksperimental menunjukkan bahwa merokok dengan jangka waktu yang lama akan mengganggu pergerakan silia, menghambat fungsi makrofag alveolar dan akhirnya menyebabkan hipertrofi dan hyperplasia kelenjar pengsekresi mukus. Pajanan yang masif akan menimbulkan perubahan emfisematus. Disamping efek kronik ini, kemungkinan rokok akan menghambat antiprotease dan menyebabkan leukosit polimorfonukleus melepas enzim proteolitik secara tiba-tiba. Menghirup asap rokok dapat menghasilkan peningkatan resistensi jalan napas secara tiba-tiba. Hal ini akan merangsang reseptor iritan submukosa, sehingga akan mengakibatkan konstriksi dari otot polos melalui saraf vagus.
·         Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja. Bronkitis kronik lebih sering ditemukan pada pekerja yang sering terpapar debu anorganik, organik atau terhadap gas beracun.
·         Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang.
·         Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia.
·         Beberapa faktor lain, yakni pada pasien pria lebih banyak menderita PPOK dari pada wanita. Pada status ekonomi yang rendah kemungkinan untuk mendapatkan PPOK lebih tinggi. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi dan pendidikan seseorang, maka semakin menurun frekuensi merokoknya. Bertambahnya usia juga kemungkinan untuk mendapatkan PPOK lebih tinggi. PPOK terutama merupakan penyakit setengah baya dan lanjut usia.

Patofisiologi
Unsur patofisiologi yang utama pada PPOK adalah gangguan aliran udara yang progresif yang dapat menjurus ke kegagalan pernapasan. Dua unsur penyebab yang saling berkaitan adalah hilangnya kepegasan (loss of recoil) serta peningkatan tahanan saluran napas kecil (Alsagaff dan Mukty, 2009).

Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu: inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas (PDPI, 2003).

Klasifikasi PPOK



Gejala
Gejala pada derajat I ditandai dengan batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak sering. Pada derajat II pasien mulai sesak saat beraktivitas dan kadang ditemukan gejala batuk dan produksi sputum. Gejala pada derajat III sesak lebih berat, terjadi penurunan aktivitas, rasa lelah dan serangan eksaserbasi semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup pasien. Sedangkan pada derajat IV terjadi gagal napas atau gagal jantung kanan dan ketergantungan oksigen ditambah dengan gejala pada stadium III (PDPI, 2010).

Pemeriksaan Penunjang (PDPI, 2003; Alsagaff dan Mukty, 2009; GOLD, 2010; Rab, 2010; Ringel, 2012)
·         Pemeriksaan rutin
o       Faal paru
        Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
ü      Digunakan untuk pengobatan dan diagnosis.
ü      Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 prediksi) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %.
ü      VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
ü      Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.
o       Uji bronkodilator
        Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml.
        Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.
o       Darah rutin (Hb, Ht, leukosit)
Eritrositosit sekunder yang didapatkan dari kadar hemoglobin dan hematokrit yang mencerminkan keadaan hipoksemia kronik. Pemeriksaan ini juga mungkin dapat mengidentifikasi adanya polisitemia (Ht > 55%). Polisitemia dapat berkembang menjadi hipoksemia, terutama pada perokok. Pemeriksaan leukosit biasanya tidak informatif.
o       Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran :
        Gambaran pembuluh darah paru mengalami penipisan atau menghilang.
        Hiperlusen
        Ruang retrosternal melebar
        Diafragma mendatar

Pada bronkitis kronik :
        Normal
        Corakan bronkovaskuler bertambah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar