SEHAT ITU PENTING

Minggu, 15 April 2012

ANTIBIOTIKA




PENISILIN
Antibiotika ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok Penisilin dan Sefalosporin. Antibiotika bakterisid ini tidak dapat dikombinasikan dengan bakteriostatika (tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, dan asam fusidat.

Mekanisme Kerja: Menghambat sintesa dinding sel kuman.
Resistensi: Pembentukan enzim beta-laktamase oleh bakteri.
Efek samping: Yang terpenting adalah reaksi alergi akibat hipersensitasi, yang (jarang sekali) dapat menimbulkan shock anafilaktis (dan kematian).
Gangguan-gangguan lambung-usus (diare, mual, muntah).
Wanita hamil dan laktasi: Semua penisilin dianggap aman bagi wanita hamil dan yang menyusui.

ZAT-ZAT TERSENDIRI
1.     Benzilpenisilin: Penisilin-G (sprektum-sempit) dan turunannya bersifat bakterisid terhadap terutama kuman Gram-positif (khususnya cocci) dan hanya beberapa kuman Gram-negatif.

Resorpsi: Penisilin-G tidak tahan asam, maka digunakan secara IM atau IV. PP-nya 60%, waktu paruhnya 30 menit. Ekskresinya berlangsung melalui ginjal dalam keadaan utuh.
Distribusinya: ke hati, ginjal, usus, limpa,  dan cairan intraseluler baik.
Efek samping: senyawa-senyawa penicilin memiliki toksisitas yang reƱida.
Dosis: pada infeksi umum IM/ IV 4-6 kali sehari 1-4 MU.

2.     Ampisilin
Tahan asam dan lebih luas spektrum-kerjanya, yang meliputi banyak kuman Gram-negatif. Obat ini banyak digunakan untuk mengatasi infeksi antara lain dari saluran nafas (bronchitis kronis), saluran cerna dan saluran kemih, telinga (otitis media), gonore, kulit dan jaringan lunak.

Resorbsinya: dari usus 30-40%, waktu paruh 1-2 jam, difusi ke jaringan jauh lebih baik. Dalam dosis tinggi efektif pada meningitis. Ekskresinya berlangsung sebagian besar melalui ginjal (30-45%), sebagian kecil ekskresi melalui empedu.
Efek samping: gangguan lambung-usus
Dosis: oral 4 dd sehari 0,5-1 g; saluran kemih: 3-4 dd 0,5 g; gonore: 1-2 g selama 2 minggu. Juga rektal maupun secara IM dan IV.

3.     Amoksisilin
Waktu paruh nya hampir sama dengan Ampisilin, tetapi difusi ke jaringan dan cairan tubuh lebih baik. Lebih baik digunakan pada infeksi saluran kemih.

Efek samping: gangguan lambung-usus dan radang kulit lebih jarang terjadi.
Dosis: oral 3 dd 375-1000 mg; anak-anak <10 tahun 3 dd 10 mg/ KgBB; 3-10 tahun 3 dd 250 mg; 1-3 tahun 3 dd 125 mg; 0-1 tahun 3 dd 100 mg. Juga diberikan secara IM/ IV.



SEFALOSPORIN
Sefalosporin termasuk antibiotika betalaktamdengan struktur, khasiat dan sifat yang mirip penisilin. Mekanisme: menghambat sintesa dinding sel bakteri.

Kinetik: resorbsi oral dari usus berlangsung praktis lengkap dan cepat, waktu paruh 30-150 menit. Distribusi ke jaringan dan jaringan tubuh baik. Ekskresi melalui kemih praktis lengkap dan dalam keadaan utuh untuk lebih dari 80%.
Efek samping: pada umumnya hampir sama dengan penisilin, tetapi lebih jarang dan ringan.
Resistensi: dapat timbul dengan cepat, maka antibiotika ini sebaiknya jangan digunakan sembarangan dan dicadangkan untuk infeksi berat.
Kehamilan dan laktasi: belum ada laporan terhadap efek buruk bagi bayi.

GENERASI 1
Sering digunakan per oral pada infeksi saluran kemihringan dan sebagai obat pilihan kedua pada infeksi saluran nafas dan kulit yang tidak begitu parah dan bila terdapat alergi terhadap penisilin.
o       Sefaleksin
Terutama digunakan pada infeksi saluran kemih dan nafas dengan dosis oral 4 dd 250-500 mg.
o       Sefadroksil
Dianjurkan pula untuk pengobatan radang hulu kerongkongan (sakit tenggorok, pharingitis) infeksi saluran kemih. Dosisnya: oral 2 dd 0,5- 1 g.

GENERASI 2
Digunakan parenteral pada infeksi serius yang resisten terhadap amoksisilin dan sefalosporin generasi 1.
o       Sefuroksim
Terutama digunakan pada infeksi sedang sampai agak berat dari saluran nafas bagian atas dan gonore. Dosis: IM/ IV 3 dd 0,75-1,5 g; gonore oral single dose 1000 mg.

GENERASI 3
Digunakan parenteral pada infeksi serius yang resisten terhadap amoksisilin dan sefalosporin generasi 1. Seftriakson dan sefotaksim kini sering dianggap sebagai obat pilihan pertama untuk gonore.
o       Sefaperazon
Digunakan pada gonore sebagai injeksi IM single dose 1 g.
o       Sefotaksim
Memiliki sifat anti laktamase dan anti kuman Gram-negatif. Pada gonore IM single dose 1 g.
o       Seftriakson
Memiliki sifat anti laktamase dan anti kuman Gram-negatif kuat. Memiliki waktu paruh yang lebih panjang dari pada sefalosporin lain. Gonore IM single dose 250 mg.

GENERASI 4
Dapat digunakan bila dibutuhkan efektivitas lebih besar pada infeksi dengan kuman Gram-positif.
o       Sefepim
Lebih tahan-laktamase. Terutama digunakan pada infeksi berat dengan kuman Gram-negatif. Dosis: IM/ IV 2 dd 1 g.


AMINOGLIKOSIDA
Spektrum kerja: luas. Menghambat biosintesa protein kuman.
Efek samping: kerusakan pada organ pendengaran dan keseimbangan, terutama pada lansia. Gejalanya berupa vertigo dan tinnitus. Dapat merusak ginjal. Pada penggunaan oral dapat terjadi nausea, muntah dan diare, khususnya pada dosis tinggi.
Resistensi: terjadi akibat terbentuknya enzim yang merombak struktur antibiotikum.
Kehamilan dan laktasi: tidak dianjurkan selama kehamilan. Dapat diberikan selama laktasi.
o       Streptomisin
Persentase pengikatan pada protein (PP) 35%, waktu paruh 2-3 jam, ekskresi lewat ginjal rata-rata 60% dalam bentuk utuh.
o       Gentamisin
Sering kali dikombinasikan dengan suatu sefalosporin generasi 3. PP nya >25%, waktu paruh 2-3 jam, ekskresi melalui kemih secara utuh rata-rata 70%.
Dosis: IM/ IV mg/ KgBB/ hari dalam 2-3 dosis. Krem 1% salep mata dan tetes mata 0,3%: 4-6 dd 1-2 tetes.
o       Amikasin
Terutama digunakan untuk terapi singkat pada infeksi yang resisten terhadap aminoglikosida lain. Guna menghindari resistensi, jangan digunakan >10 hari.
Distribusi: ke organ dan cairan tubuh baik, kecuali ke CCS. Ekskresi lewat kemih secara utuh untuk >94%.
Efek samping: lebih ringan dari pada obat-obat lainnya.
Dosis: IM/ IV 15 mg/ KgBB/ hari.
o       Kanamisin
Dosis: infeksi usus/ disentri basiler oral 50-100 mg/ KgBB/ hari dalam 3-4 dosis; IM/ IV 15 mg/ KgBB/ hari dalam 2-4 dosis, maksimal 1 g sehari.


TETRASIKLIN
Mekanisme kerja: menghambat sintesa protein kuman.
Resorbsinya: dari usus pada perut kosong adalah lebih kurang 75% dan agak lambat. Baru setelah 3-4 jam tercapai kadar puncak dalam darah. PP paling tinggi adalah pada doksisiklin (90%). Waktu paruh 9 jam. Ekskresi tetrasiklin terutama melalui ginjal secara utuh, doksisiklin terutama melalui empedu dan tinja.
Efek samping: pada umumnya antibiotika golongan tetrasiklin merupakan obat yang aman, walaupun dapat memperburuk kondisi gagal ginjal yang sudah ada. Pada penggunaan oral sering terjadi gangguan lambung-usus (mual, muntah, diare). Efek samping yang lebih serius adalah gangguan penyerapan pada tulang dan gigi yang sedang tumbuh pada janin dan anak-anak.
Kehamilan: semua tetrasiklin tidak boleh diberikan setelah bulan keempat dari kehamilan. Begitu pula bagi wanita yang sedang menyusui dan pada anak-anak sampai usia 8 tahun.

ZAT-ZAT TERSENDIRI
o       Tetrasiklin
Dosis: infeksi umum 4 dd 250-500 mg 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan. Infeksi Chlamidia: 4 dd 500 mg selama 7 hari. Acne 3-4 dd 250 mg selama 1 bulan, setiap minggu dikurangi dengan 250 mg sampai tercapai stabilisasi (selama 3-6 bulan). Malaria 4 dd 250-500 mg selama 7-10 hari dikombinasi dengan kinin. Infeksi H. pylori: 4 dd 500 mg selama 1-2 minggu.
o       Doksisiklin
Dosis: infeksi umum/ malaria (bersama kinin): dimulai dengan 200 mg kemudian 1 dd 100 mg selama 7-10 hari. Anak-anak semula 4 mg/KgBB lalu 2 mg/ KgBB/ hari. Gonore dan chlamydia: 2 dd 100 mg selama 7 hari. Sifilis: 1 dd 100 mg selama 15-30 hari atau 300 mg/ hari selama 10 hari. Malaria profilaksis: diatas 12 tahun 1 dd 100 mg. Pada infeksi berat, doksisiklin diberikan secara IV/ IM.
Perhatian!!
Doksisiklin harus diminum dengan menggunakan banyak air.


MAKROLIDA DAN LINKOMISIN
Mekanisme kerja: menghalangi sintesa protein kuman.
Bekerja sebagai bakteriostatis terhadap bakteri gram positif.
Efek samping: diare, nyeri perut, nausea dan kadang-kadang muntah. Dapat mengganggu fungsi hati.
Laktasi dan kehamilan: eritromisin dapat diberikan dengan aman, sedangkan derivatnya belum ada kepastian. Jangan digunakan pada trimester pertama kehamilan.

ZAT-ZAT TERSENDIRI
o       Eritromisin
Dosis: oral 2-4 dd 250-500 mg pada saat perut kosong, untuk anak anak 20-40 mg/ KgBB/ hari selama maksimal 7 hari.
o       Azitromisin
Terikat amat baik pada jaringan (50 x lebih besar dari pada di dalam plasma), begitu pula kadarnya dalam leukosit. Masa paruhnya 40-60 jam. Dianjurkan pada infeksi saluran nafas, kulit, dan otot, infeksi saluran kemih. Dewasa ini digunakan pada infeksi trachoma (infeksi pada mata yang disebabkan oleh Chilamydia trachomatis yang dapat menyebabkan kebutaan).
Dosis: 1 dd 500 mg 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan selama 3 hari. Pada gonore: 1 dd 1000 mg.
o       Klindamisin
Resorbsinya 90% juga pada lambung yang terisi. Waktu paruh 3 jam. Banyak digunakan topikal pada acne.
Efek samping:  pada penggunaan topikal dapat menyebabkan kulit kering dan berlemak, iritasi, eritema dan rasa terbakar pada mata.
Dosis: oral 4 dd 150-450 mg, anak-anak 8-20 mg/KgBB/ hari, minimal 3 dd 37,5 mg.


ANTIBIOTIKA LAINNYA
Kloramfenikol
Mekanisme kerja: menghalangi sintesa polipeptida kuman.
Dapat menyebabkan anemia aplastis.
Resorbsinya: dari usus cepat dan agak lengkap. Difusi ke dalam jaringan, rongga dan cairan sangat baik, kecuali kedalam empedu. PP nya lebih kurang 50%. Waktu paruh 3 jam.
Efek samping: gangguan lambung-usus, radang lidah dan mukosa mulut. Yang paling bahaya adalah depresi sumsum tulang yang menyebabkan anemia.
Kehamilan dan laktasi:  tidak di anjurkan.
Dosis: pada tifus permulaan 1-2 g, lalu 4 dd 500-750 mg setelah makan. Neonati maksimal 25 mg/ KgBB/ hari dalam 4 dosis. Anak-anak diatas 2 minggu 25-50 mg/ KgBB/ hari dalam 2-3 dosis. Pada infeksi parah (meningitis, abses otak) IV 4 dd 500-1000 mg.




*penulis hanya menampilkan sebagian obat dari berbagai golongannya. Baca referensi untuk lebih lengkap.

Referensi: Obat-Obat Penting edisi ke enam, penerbit PT Elex Media Komputerindo Kelompok Gramedia, Jakarta 2007.

MALARIA BERAT





PENDAHULUAN
Malaria adalah penyakit Infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah.
Dikatakan malaria berat menurut WHO 2006 jika terdapat parasitemia Plasmodium falsiparum fase aseksual dengan disertai 1 atau lebih gambaran klinis atau laboratoris berikut:
1. Manifestasi klinik : Kelemahan, gangguan kesadaran, respiratory distress (pernafasan asidosis), kejang berulang, syok, edema paru, perdarahan abnormal, ikterik, hemoglobinuria.
2. Pemeriksaan Lab : Anemia berat, hipoglikemi, asidosis, gangguan fungsi ginjal, hiperlaktatemia, hiperparasitemia.


ETIOLOGI
Penyebab infeksi malaria adalah plasmodium dari famili plasmodidae. Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit (sel darah merah) dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk yaitu anopheles betina.

Plasmodium yang sering dijumpai di Indonesia adalah:
         Plasmodium Falciparum : menyebabkan malignan malaria
         Plasmodium vivax : menyebabkan benign malaria
         Plasmodium malariae dan Plasmdium ovale jarang ditemukan.


PATOFISIOLOGI
Nyamuk anopheles menggigit manusiaĆ melepaskan sporozoidĆ masuk kedalam sel hati (hepatosit)Ć skizogoni ekstra eritrositĆ skizon hati yang matangĆ rupturĆ merozoid akan menginfasi sel eritrositĆ skizogoni intra eritrositerĆ eritrosit yang mengandung parasit mengalami perubahan  struktur dan biomolekuler.

Skizon yang matang akan pecahĆ melepaskan toksin malaria Ć toksin menstimulasi sistem RES dengan dilepaskanya sitokin proinflamasi seperti TNF alfaĆ mengubah aliran darah lokal dan endotelium vaskular, mengubah biokimia sistemikĆ anemia, hipoksia jaringan dan organ.




MANIFESTASI KLINIK
Gejala klasik dari malaria yaitu terjadinya “trias malaria” secara beruntun:
Periode dingin (15-60 menit)
Mulai menggigil, pendeerita sering membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, di ikuti dengan meningkatnya temperatur.
Periode panas
Penderita muka merah, nadi cepat dan panas badan tetap tinggi beberapa jam dan di ikuti dengan keadaan berkeringat.
Periode berkeringat
Penderita berkeringat banyak dan temperatur turun, penderita merasa sehat.

GEJALA KLINIS MALARIA BERAT
         Malaria serebral
ditandai dengan penurunan kesadaran (apatis, somnolen, stupor, sopor, koma) dan disertai kejang. Gejala ini terjadi karena gangguan metabolisme seperti asidosis dan hipoglikemia.
         Gagal ginjal akut
Gangguan fungsi ginjal terjadi karena anoksia yang disebabkan penurunan aliran darah ke ginjal akibat dehidrasi dan sumbatan mikrovaskular.
         Kelainan hati
Ikterus sering dijumpai pada infeksi malaria falsiparum, ini terjadi karena obstuksi mikrovaskular.
         Edema paru
Dapat terjadi oleh karena hipermeabilitas kapiler atau kelebihan cairan dan mungkin juga oleh karena peningkatan TNF alfa.
         Anemia
Terjadi karena percepatan destruksi sel-sel darah merah dan peningkatan bersihan oleh limpa.
         Hipoglikemia
Terjadi karena gangguan absorbsi glukosa karena berkurangnya aliran darah ke splanhnicus, peningkatan metabolisme glukosa di jaringan , pemakaian glukosa oleh parasit, sitokin akan mengganggu glukoneogenesis.
         Malaria algid
Terjadi gagal sirkulasi atau syok, tekanan sistolik <70 mmHg yang disertai dengan keringat dingin. Syok umumnya terjadi karena dehidrasi dan biasanya bersamaan dengan sepsis.
         Asidosis
Asidosis (bikarbonat < 15 meq) atau asidemia (pH < 7,25), pada malaria menunjukkan prognosa buruk.
Asidosis disebabkan karena:
        Perfusi jaringan yang buruk oleh karena hipovolemia yang akan menurunkan pengangkutan oksigen.
        Produksi laktat oleh parasit.
        Pembentukan laktat karena aktifasi sitokin terutama TNF alfa.
        Aliran darah ke hati yang berkurang, sehingga mengganggu kebersihan laktat.
        Gangguan fungsi ginjal, sehingga mengganggu ekskresi asam.


PEMERIKSAAN PENUNJANG
         Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA, waktu dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi. Kaunggulan tes ini walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif.
         Tes Serologi
Tes ini berguna mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria ataupun pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostik sebab antibodi baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia.
         Rapid Test
Dapat mendeteksi dari 0-200 parasit/ ui darah dan dapat membedakan apakah infeksi P. Falciparum atau P. Vivax. Sensitifitas sampai 95%.
         Tetesan darah tipis
Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parasit (parasite count), dapat dilakukan berdasarkan jumlah eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit > 100.000/ ui darah menandakan infeksi yang berat.
         Tetesan preparat darah tebal
Merupakan cara terbaik menemukan parasit malaria karena tetesan darah cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis.


DIAGNOSA BANDING
Diagnosa Banding Malaria tergantung dengan gejala dan manifestasi malaria beratnya seperti:
  • Demam: demam tifoid, demam dengue
  • Ikterus : hepatitis, leptospirosis, abses hati
  • Malaria cerebral : meningitis, ensefalitis
  • Penurunan kesadaran dan koma : gangguan metabolik (diabetes), gangguan   serebrovaskular (strok), epilepsi, tumor otak


PENATALAKSANAAN
Pengobatan malaria berat secara garis besar terdiri atas 3 :
a.      Pengobatan suportif (perawatan umum dan pengobatan simtomatis)
·  Menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan keseimbangan asam basa
·  Bila suhu 40 oC (hipertermia)
o       Kompres dingin intensif
o       Pemberian antipiretik (parasetamol 15mg/kgBB/kali diberikan setiap 4 jam)
·  Bila Anemia berikan transfusi darah yaitu Hb <5 g/dl atau Ht <15%
·   Kejang, beri diazepam 10-20mg iv diberikan secara perlahan atau phenobarbital 100mg diberikan 2x sehari

b.     Pengobatan spesifik dengan kemoterapi anti malaria
Derivat Artemisinin
Merupakan pilihan pertama untuk pengobatan malaria berat. Sejak tahun 2006 WHO merekomendasikan terapi Artemisin sebagai lini pertama untuk terapi malaria berat.
·  Artemether
3,2 mg/ KgBB/ hari IM pd hari pertama, kemudian 1,6 mg/ kgBB/ hari (biasanya 160 mg dilanjutkan 80 mg) sampai 4 hari atau sampai penderita dapat minum obat. Selanjutnya dilanjutkan dengan obat kombinasi peroral.
·  Artesunat
2,4 mg/ KgBB IV pada waktu masuk (time=0), kemudian pada jam ke 12 dan 24, dilanjutkan setiap hari sekali sampai pasien dapat minum obat. Dilanjutkan dengan obat oral kombinasi.
·  Obat oral kombinasi
Artesunate (4 mg/ KgBB) + Amodiaquin (30 mg/ KgBB) selama 3 hari atau kuinin + tetrasiklin/ doksisiklin/ klindamisin selama 7 hari.

Transfusi Ganti
Dapat menurunkan secara cepat pada keadaan parasitemia. Berguna untuk mengeluarkan eritrosit yang berparasit, menurunkan toksin hasil parasit dan metabolismenya serta memperbaiki anemia.
Indikasi transfusi ganti:
·  Parasitemia > 30% tanpa komplikasi berat
·  Parasitemia > 10 % dengan komplikasi berat

c.      Pengobatan komplikasi
·  Gagal ginjal akut
Hemodialisis dilakukan sesuai indikasi
·  Hipoglikemia (gula darah < 50 % mg/ dL)
Pada penderita yang tidak sadar harus dilakukan pemeriksaan gula darah 4-6 jam. Berikan suntik 50 ml dekstrosa 40 % IV, dilanjutkan dengan infus dekstrosa 10 % dengan gula darah tetap dipantau 4-6 jam.
·  Koma
Jaga jalan nafas, singkirkan penyebab lain dari koma (hipoglikemia, meningitis bakteri). Hindari pemakaian kortikosteroid, heparin dan adrenalin.
·  Syok
Suspek septikemia, pemeriksaan kultur darah, antimukroba parenteral, atasi gangguan hemodinamik.


KOMPLIKASI DAN PROGNOSA
         Komplikasi :
o       Gagal Ginjal Akut
o       Hipoglikemia
o       Koma
o       Syok
         Prognosa :
Tergantung pada : kecepatan/ketepatan diagnosis dan pengobatan, kegagalan fungsi organ, kepadatan parasit.


PENCEGAHAN
Menghindarkan diri dari gigitan nyamuk yaitu dengan cara :
         Tidur dengan kelambu sebaiknya dengan kelambu impregnanted (dicelup dengan pestisida pemethrin atau deltamethrin).
         Menggunakan obat pembunuh nyamuk.
         Mencegah berada dialam bebas dimana nyamuk dapat menggigit.
         Memproteksi tempat tinggal /kamar tidur dari nyamuk dengan kawat anti nyamuk.
         Profilaksis dengan 2 tablet klorokuin (250 mg klorokuin diphosfat) 1 minggu sebelum keberangkatan dan 4 minggu setelah tiba kembali. Di pakai pada wanita hamil disekitar endemik atau pada individu yang terbukti imunitas rendah.
         Jika resisten klorokuin, dianjurkan doksisiklin 100mg/hari atau mefloquin 250mg/minggu atau klorokuin 2 tablet/minggu ditambah proguanil 200mg/hari.
         Vaksinasi terhadap malaria masih tetap dalam pengembangan.




Referensi:
Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam FK UI edisi 4 refisi 2007.

Minggu, 08 April 2012

HIV/ AIDS




ETIOLOGI
AIDS dapat diartikan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya sistem kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV ( Human Immunodeficiency Virus ) yang termasuk dalam famili retroviridae. Penyakit ini ditandai oleh infeksi oportunistik dan atau beberapa jenis keganasan tertentu.AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.





PATOGENESIS
Limfosit CD4+ merupakan target utama infeksi HIV karena virus mempunyai afinitas molekul permukaan CD4. Limfosit CD4+ berfungsi mengkoordinasi sejumlah fungsi imunologis yang penting. Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan respons imun yang progresif.
Setelah virus HIV masuk ke dalam tubuh Ć  HIV menginfeksi sel dengan mengikat permukaan sel sasaran yang memiliki reseptor membran CD4, yaitu sel T-helper (CD4+)Ć   virus menuju ke kelenjar limfe dan berada dalam sel dendritik selama beberapa hariĆ  terjadi sindrom retroviral akut seperti flu disertai viremia hebat dengan keterlibatan berbagai kelenjar limfe.



KLASIFIKASI HIV/ AIDS
Stage I
  • Asymptomatic
  • Persistent generalized lymphadenopathy
Stage II
  • Moderate unexplained weight loss(<10% of presumed or measured body weight)
  • Recurrent respiratory infections(sinusitis, tonsillitis, otitis media,and pharyngitis) 
  • Herpes zoster 
  • Angular cheilitis 
  • Recurrent oral ulceration 
  • Papular pruritic eruptions 
  • Seborrheic dermatitis 
  • Fungal nail infection
 Stage III
  • Unexplained severe weight loss(>10% of presumed or measured body weight)
  • Unexplained chronic diarrhea for >1 month
  • Unexplained persistent fever for >1month
  • Persistent oral candidiasis (thrush)
  • Oral hairy leukoplakia
  • Pulmonary tuberculosis (current)
  • Severe presumed bacterialinfections (eg, pneumonia,empyema, pyomyositis, boneor joint infection, meningitis, bacteremia)
  • Acute necrotizing ulcerativestomatitis, gingivitis, or  periodontitis
  • Unexplained anemia(hemoglobin <8 g/dL)
  • Neutropenia (neutrophils <500cells/ĀµL)
  • Chronic thrombocytopenia(platelets <50,000 cells/ĀµL)        
 Stage IV
  • HIV wasting syndrome, asdefined by the CDC
  •  Pneumocystis
  •  pneumonia
  •  Recurrent severe bacterial pneumonia
  •  Chronic herpes simplex infection(orolabial, genital, or anorectalsite for >1 month or visceralherpes at any site)
  •  Esophageal candidiasis (or candidiasis of trachea, bronchi, or lungs)
  •  Extrapulmonary tuberculosis
  •  Chronic cryptosporidiosis (withdiarrhea)
  •  Chronic isosporiasis
  •  Disseminated mycosis (eg,histoplasmosis,coccidioidomycosis, penicilliosis)
  •  Recurrent nontyphoidal
  •  Salmonella
  •  bacteremia
  •  Lymphoma (cerebral or B-cellnon-Hodgkin)
  •  Invasive cervical carcinoma
  •  Atypical disseminated



TES HIV



Enzime linked imunosorben assai (ELISSA). Assay fasa solid ini merupakan tes penapisan yang sangat baik dengan sensitivitas melebihi 99,5 % . Tes ELISSA biasanya dinyatakan sebagai positif (sangat reaktif),negatif (non reatif), atau menengah (reaktif parsial).
Karena itu ,setiap induvidu yang dicurigai terjangkit infeksi HIV berdasarkan hasil tes ELISSA yang positif harus diperiksa ulang dengan tes yang lebih spesifik untuk konfirmasi.

Uji konfirmasi yang paling sering digunakan adalah western blot. Tes ini memanfaatkan kenyatan bahwa berbagai antigen HIV ,dengan berbagai berta molekul,menimbulkan pemebentukan antibodi spesifik. Antibodi terhadap setiap komponen dapat dideteksi sebagi pita pita pada western blot. Western blot yang negatif adalah yang tidak memperlihatkan pita pita pada berat molekul yang sesuai dengan produk gen HIV. Pola reaktifitas western blot yang tidak termaksud dalam kategori dalam negatif atau positif dianggap inderteminate.

saat ini,jumlah sel T CD4 merupakn satu satunya tes laboraturium yang diterima sebagai indikator handal perkemabangan infeksi HIV ,pengukuran ini merupakan hasil kali persen sel T CD4+ ( ditentukan dengan flow citometriks) dan jumlah limfosit total (ditentukan oleh sel darah putih dan hitung jenis ) telah dibuktikan berkorelasi baik dengan perkembangan klinis. pasien yang didiagnosis  HIV harus diperiksa jumlah sel T CD4 nya setiap sekitar 6 bulan dan lebih sering terjadi kecenderungan penurunan.




DIAGNOSA

Seseorang dinyatakan HIV apabila dengan pemeriksaan laboratorium terbukti terinfeksi HIV, baik dengan metode pemeriksaan antibodi ataupun pemeriksaan untuk mendeteksi adanya virus dalam tubuh.

Diagnosis AIDS ditegakkan apabila terdapat infeksi oportunistik atau limfosit CD4+ kurang dari 200 sel/mm3.




PENATALAKSANAAN
Secara umum, penatalaksanaan odha terdiri atas beberapa jenis, yaitu:
-      Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretroviral (ARV)
-      Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi kanker yang menyertai HIV/ AIDS, seperti jamur, tuberkulosis, hepatitis, toksoplasma, sarkoma kaposi, limfoma, kanker serviks.
-      Pengobatan suportif, yaitu makanan yang memiliki nilai gizi yang baik, dukungan agama serta istirahat yang cukup, dan juga menjaga kebersihan.
Dengan pengobatan yang lengkap tersebut, angka kematian dapat ditekan, harapan hidup lebih baik dan kejadian infeksi oportunistik dapat berkurang.

TERAPI ANTIRETROVIRAL (ARV)
Pemberian ARV telah menyebabkan kondisi kesehatan odha menjadi jauh lebih baik.
Waktu memulai terapi ARV harus dipertimbangkan dengan seksamma karena obat ARV akan diberikan dalam jangka panjang. Direkomendasikan pada:
-      Pada semua pasien yang telah menunjukkan gejala AIDS, atau menunjukkan gejala yang sangat berat tanpa melihat jumlah limfosit CD4+.
-      Pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ <200 sel/mm3, 200-350 sel/ mm3 dapat ditawarkan.

Saat ini regimen pengobatan ARV yang dianjurkan WHO adalah kombinasi dari 3 obat ARV. Kombinasi obat ARV lini pertama yang umumnya digunakan di Indonesia adalah kombinasi Zidovudin (ZDV)/ Lamivudin (3TC) dengan nevirapin (NVP).



Nama Generik
Golongan
Sediaan
Dosis/ hari
Lamivudin (3TC)
NsRTI
Tab 150 mg, Lar. Oral 10 mg/ ml
2x150 mg
Nevirapin (NVP)
NNRTI
Tab 200 mg
1x200 mg selama 14 hari, dilanjutkan 2x200 mg
Zidovudin (ZDV)
NsRTI
Kapsul 100 mg
2x300 mg, atau 2x250 mg (dosis alternatif)
NsRTI= Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor
NNRTI= Non - Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor

Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi dengan pemberian obat ARV . Pemberian ARV didak dianjurkan pada ibu hamil trimester pertama atau pada wanita yang berpotensi tinggi untuk hamil. Efektivitas penularan HIV dari ibu ke bayi sebesar 10-30%. Sebagian besar menular melalui proses melahirkan, dan sebagian kecil melalui plasenta dan ASI.
Pemberian ARV yang dikombinasikan dengan operasi cesar sangat dianjurkan.

INTERAKSI ARV DENGAN OAT
Interaksi antara OAT dan ARV, terutama efek hepatotoksiknya, harus sangat diperhatikan. Pada odha yang telah mendapat obat ARV sewaktu diagnosos TB ditegakkan, maka obat ARV tetap diteruskan dengan evaluasi yang lebih ketat. Tidak ada interaksi bermakna antara OAT dengan ARV golongan Nukleosida. Interaksi dengan OAT terutama terjadi pada ARV golongan Non-Nukleotida dan Protease Inhibitor.

Waktu pemberian regimen OAT dengan ARV:
Kondisi
Rekomendasi
TB paru, CD4<50 sel/mm3, atau TB ekstrapulmonal
Mulai terapi OAT. Segera mulai terapi ARV jika toleransi terhadap OAT telah tercapai
TB paru, CD4 50-200 atau hitung limfosit total < 1200 sel/mm3
Mulai terapi OAT, terapi ARV dimulai setelah 2 bulan
TB paru, CD4 >200 sel/mm3 atau hitung limfosit total >1200 sel/ mm3
Mulai terapi TB. Jika memungkinkan monitor hitung CD4. mulai ARV sesuai indikasi




KOMPLIKASI

      Komplikasi menyeluruh: Limfadenopati generalisata progresif
      Sistem saraf: Encelopati HPV, meningitis criptococcus
      Mata: Retinitis
      Kulit: herpes zoster dan simpleks
      Mulut: candidiasis oral, leukoplakia
      Gastrointestinal: Gastrotrointestinal, gastritis, enterokolitis
      Paru: pneumonia konsolidatif/ intestinal
      Sal. Genital: kandidiasis vagina, kutil vagina




PROGNOSA
HIV/ AIDS sampai saat ini belum dapat disembuhkan secara total.
Tetapi angka kematian dapat ditekan, harapan hidup lebih baik dan kejadian infeksi oportunistik dapat berkurang jika dilakukan pengobatan yang lengkap.
                                      



PENCEGAHAN
Pencegahan menurut WHO yang harus dilakukan secara sekaligus:

      Pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja dan dewasa muda
      Program penyuluhan untuk berbagai kelompok
      Program kerjasama dengan media cetak dan elektronik
      Paket pencegahan komprehensif untuk pengguna narkotika
      Program pendidikan agama
      Program layanan pengobatan IMS
      Program promosi kondom
      Program pengadaan tempat-tempat untuk tes HIV dan konseling
      Dukungan untuk anak-anak jalanan
      Integrasi program pencegahan dengan program pengobatan, perawatan dan dukungan untuk pasien
      Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dengan pemberian obat ARV







Referensi:
-      Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FK UI Edisi 4 Revisi Mei 2007
-      Patofisiologi Sylvia
-      Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison edisi 13